Momen Perayaan Hari Raya Idul Fitri

Hari menuju kemenangan merupakan hari yang sangat dinantikan oleh masyarakat muslim di dunia, dengan adanya hari yang yang besar tersebut semuanyapun mengucapkan syukur setelah sebulan penuh melaksanakan rukun Islam yang ke-4 yaitu puasa ramadhan. Rasa haru dan senang bercampur menjadi satu dikarenakan bulan yang penuh rahmat, barakah dan maghfirah meninggalkan shaimin dalam melakukan amalan dan ibadah yang penuh dengan pahala. Sementara kemenangan yang diraih membuat hati bahagia tak terhingga dikarenakan mampu menjalani ibadah yang hanya setahun sekali dalam sebulan. pelaksanaannyapun banyak menuai godaaan baik perut dengan rasa lapar dan haus, menahan pandangan yang menggoda bahkan sampai nafsu yang terkendali.

Sejarah Tentang Idul Fitri

Ramadhan pertama kali dilaksanakan pada tahun ke-2 Hijrah. Dan bukti ini tidak ada sanggahan tertulis dari kitab manapun. Dan pada bulan Ramadhan tersebut sedang terjadi Perang Badar, yang beberapa hari kemudian tiba hari ‘Id dan orang-orang Islam telah merayakan ‘Id pertama setelah perang selesai selagi luka-luka akibat perang belum pulih sepenuhnya. Tentang Rasulullah SAW sendiri diriwayatkan bahwa keletihan masih membekas pada beliau SAW yang karenanya beliau SAW bersandar pada Hadhrat Bilal RA dan pada saat bersandar itulah beliau menyampaikan khutbah. Inilah ‘Id yang beberapa hari sebelumnya beliau SAW telah mengumumkan Sedekah (Zakat) Fitrah disamping mewajibkannya. Beliau SAW bersabda bahwa Fithrah ‘Id telah diwajibkan atas seluruh sahabat yakni pada waktu itu telah dikumpulkan Fitrah dari orang-orang Islam dan sudah terkumpul sebelum tiba hari ‘Id lalu dibagi-bagikan kepada fakir-miskin pada hari ‘Id atau sesudahnya.

Hafizh Ibnu Katsir pun mengakui riwayat ini dan menerangkan bahwa pada kesempatan ‘Id pertama, mula pertama Rasulullah SAW pergi meninggalkan masjid menuju suatu tanah lapang dan di sana merayakan ‘Id. Setelah itu semua perayaan ‘Id berjalan (dilakukan) seperti itu yakni semua berkumpul di lapangan terbuka untuk melaksanakan Shalat ‘Id, bukan dalam masjid.[3]

Ayat Al-Qur’an dan Hadist 

Berikut Ayat Al-Qur’an dan hadist tentang idul fitri: Firman Allah s.w.t. yang bermaksud : “Dan sempurnakanlah puasa kamu mengikut bilangan dari dalam bulan Ramadhan (29 hari atau30 hari) dan bertakbirlah (membesarkan Allah s.w.t.) atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kamu, semoga kamu bersyukur.” (Surah al-Baqarah:185)[4] Sabda Rasullullah s.a.w. pula yang bermaksud : “Hiasilah Hari Raya kamu dengan takbir dan tahmid .

” عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ: “مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ؟” قَالُوا: كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْر” (رواه أبو داود والنسائي وأحمد وابن حبّان).

Dari Anas dia berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tiba di Madinah, sedangkan penduduknya memiliki dua hari khusus yang mereka rayakan dengan permainan, maka beliau bersabda: “Apakah maksud dari dua hari ini?” mereka menjawab; “Kami biasa merayakan keduanya dengan permainan semasa masih Jahiliyah.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian yang lebih baik dari kedua hari tersebut, yaitu hari (raya) kurban (Iedul Adha) dan hari raya Iedul fithri.” (HR. Abu Dawud, An-Nasaa-i, Ahmad dan Ibnu Hibban ).[6]

Ucapan yang di Syari’atkan 

Kalimat “minal ‘aidin wal faizin” dengan terjemahan “mohon maaf lahir dan batin” sudah sangat familiar diucapkan ketika hari raya, kalimat tersebut hanya ada di Indonesia. Sedangkan ucapan yang disyariatkan untuk diucapkan ketika hari raya idul fitri adalah  Taqabbalallahu minnaa wa minkum.

Berikut kutipan dari tulisannya Abu Zuhry  tentang ucapan saat idul fitri: Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang ucapan selamat pada hari raya maka beliau menjawab [Majmu Al-Fatawa 24/253] : “Ucapan pada hari raya, di mana sebagian orang mengatakan kepada yang lain jika bertemu setelah shalat Ied :

تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكم

Taqabbalallahu minnaa wa minkum “Artinya : Semoga Allah menerima dari kami dan dari kalian” Dan (Ahaalallahu ‘alaika), dan sejenisnya, ini telah diriwayatkan dari sekelompok sahabat bahwa mereka mengerjakannya. Dan para imam memberi rukhshah untuk melakukannya seperti Imam Ahmad dan selainnya.

Berkata Al Haafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari [2/446] : “Dalam “Al Mahamiliyat” dengan isnad yang hasan dari Jubair bin Nufair, ia berkata : “Artinya : Para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila bertemu pada hari raya, maka berkata sebagian mereka kepada yang lainnya : Taqabbalallahu minnaa wa minka (Semoga Allah menerima dari (amalan) kami dan darimu)”.

Ibnu Qudamah dalam “Al-Mughni” (2/259) menyebutkan bahwa Muhammad bin Ziyad berkata : “Aku pernah bersama Abu Umamah Al Bahili dan selainnya dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka bila kembali dari shalat Id berkata sebagiannya kepada sebagian yang lain : Taqabbalallahu minnaa wa minka” [5]

Hikmah

Hikmah yang dapat kita petik dari pelajaran tentang idul fitri adalah:

    1. Hikmah Kegembiraan dan Kesyukuran.
      Pada hari raya idul fitri kita semua disunahkan untuk menunjukan rasa kebahagiaan, bersuka cita, dan menampakan muka berseri-seri.
      Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri telah menegaskan itu dalam hadits shahihnya.عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: (إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي) لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ” (متّفق عليه).Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap amal anak Adam dilipatgandakan pahalanya. Satu macam kebaikan diberi pahala sepuluh hingga tujuh ratus kali. Allah ‘azza wajalla berfirman; ‘Selain puasa, karena puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku-lah yang langsung akan memberinya pahala. Sebab, ia telah meninggalkan nafsu syahwat dan nafsu makannya karena-Ku.’ Dan bagi orang yang berpuasa ada dua momen kegembiraan: kebahagiaan ketika ia berbuka (baca: berhari raya fitri), dan kegembiraan lain ketika ia bertemu dengan Rabb-Nya. Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih wangi di sisi Allah daripada aroma kesturi.” (HR. Muttafaq ’alaih).
    1. Hikmah Ketauhidan, Keimanan dan Ketaqwaan
      Dalam menyambut iedul fitri kita semua disunahkan untuk senantiasa banyak mengumandangkan takbir, tasbih, tahlil dan tahmid sebagai bentuk penegasan dan pembaharuan deklarasi iman dan tauhid.“… dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya (puasa Ramadhan), dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas hidayah-Nya yang diberikan kepadamu, dan supaya kamu (lebih) bersyukur” (QS. Al-Baqarah: 185).
    1. Hikmah Kefitrahan
      Datangnya iedul fitri maka umat muslim semuanya kembali kedalam keadaan fitrah. Kembali kesemula layaknya bayi yang baru dilahirkan, itu bisa diperoleh hanya lewat amalan yang dilakukannya selama ramadhan, karena sebagaimana kita ketahui bahwa ramadhan adalah satu bulan yang sangat istimewa untuk mengoptimalkan amalan-amalan sekaligus momentum untuk peleburan dosa.عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ” (متّفق علَيْه).Dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan mengharap pahala (dan ridha Allah), maka niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR. Muttafaq ‘alaih).عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ” (متَّفق علَيْه).Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa melakukan qiyamullail pada bulan Ramadlan karena iman dan mengharap pahala (dan ridha Allah), maka niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR. Muttafaq ‘alaih).عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ” (متَّفق علَيْه).

      Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang melakukan qiyamullail pada (malam) lailatul qadar (mengisi dengan ibadah) karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala (hanya dari-Nya) maka niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu… “ (HR. Muttafaq ‘alaih).

    1. Hikmah kepedulian
      Semangat berbagi dan spirit memberi melaui sunnah berinfak dan bersedekah serta kewajiban berzakat, begitu indah menghiasi hari-hari penuh peduli sepanjang bulan Ramadhan. Semanat tersebut merupakan pelajaran penting yang seyognya di praktikan dalam kehidupan sehari-hari seperti yang ditauladani oleh baginda Nabi Muhamad shallallahu ‘alaihi wasallam.عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ (متَّفق علَيْه).Dari Ibnu ‘Abbas berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia yang paling dermawan, lebih-lebih pada bulan Ramadlan ketika malaikat Jibril ‘alaihis salam menemuinya, dan adalah Jibril ‘alaihis salam mendatanginya setiap malam di bulan Ramadlan, untuk bertadarus Al Qur’an dengan beliau. Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jauh lebih ermawan dengan kebajikan daripada angin yang bertiup (HR. Muttafaq ‘alaih).
  1. Hikmah Kebersamaan dan Persatuan
    Kegiatan berikut kental di bulan ramadhan; mengawali puasa bersama-sama (seharusnya dan sewajibnya), bertarawih bersama (disamping jamaah shalat lima waktu juga lebih banyak selama Ramadhan), bertadarus bersama, berbuka bersama, beri’tikaf bersama, berzakat fitrah bersama, dan beriedul fitri bersama (semestinya!). Hal itu karena memang ibadah dan amaliah Ramadhan serta ‘Iedul Fithri adalah bersifat jama’iyah, kolektif, dan serba bersama-sama. Tidak bisa dan tidak boleh sendiri-sendiri.عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالْأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ” قَالَ أَبُو عِيسَى وَفَسَّرَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ هَذَا الْحَدِيثَ فَقَالَ: إِنَّمَا مَعْنَى هَذَا أَنَّ الصَّوْمَ وَالْفِطْرَ مَعَ الْجَمَاعَةِ وَعُظْمِ النَّاسِ (رواه التّرمذيّ وأبو داود وابن ماجة، وصحّحه أحمد شاكر والألبانيّ).Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: ” Berpuasa itu adalah pada hari dimana kalian semua berpuasa (secara bersama-sama), dan beriedul fitri itu adalah pada hari dimana kalian semua beeiedul fitri (secara bersama-sama), demikian juga dengan Iedul Adlha, yaitu pada hari dimana kalian semuanya beriedul adha (secara bersama-sama).” (HR Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah; dishahihkan oleh Ahmad Syakir dan Al-Albani. Imam Abu ‘Isa At-Tirmidzi berkata: sebagian ulama menafsirkan hadits ini bahwa maksudnya, sesungguhnya shaum dan iedul fitri (dan juga iedul adha – pen.) itu (harus) bersama jama’ah dan mayoritas ummat manusia (ummat Islam).[6]

Hari Raya Idul Fitri di Indonesia

Masyarakat Indonesia dalam merayakan momen idul fitri berbeda dengan negara-negara muslim lainnya, Sebelum hari raya tiba dibeberapa daerah biasanya mengirimkan makanan seperti ketupat, sayur labuh, opor dan lain sebagainya kepada tetangga, saudara dan keluarga. Saat malam takbiran tiba biasanya mengadakan takbir keliling untuk mengumandangkan derai suara takbir disertai dengan kembang api yang menandakan rasa bahagia, di masjid-masjid bergema suara takbir hingga larut malam bahkan sampai subuh dan menjelang shalat ied. sedangkan diperkantoran dan perusahaan memberikan bonus yang kemas dengan THR (Tunjangan Hari Raya).

Perayaan Idul Fitri di Indonesia tak bisa lepas juga dengan namanya mudik, yang dilakukan oleh banyak orang dari daerah perantauan ke kampung halaman tercinta, seperti bekerja ke pulau Bali, Sumatera, Kalimantan sehingga pada momen Idul Fitri mereka semua kembali dengan senang dengan tujuan dapat berkumpul dan silaturrahim bersama keluarga selama setahun tidak pernah berkumpul.
Hari Raya Idul Fitri di Beberapa Negara
Sedangkan di turki ada istilah Festival Gula atau Seker Bayram merupakan nama untuk Idul Fitri bagi orang Turki. Kemungkinan sebutan ini muncul karena tradisi mereka saling mengantarkan manisan di hari raya Idul Fitri. Seperti tradisi sungkem di Indonesia, anak-anak di sana juga bersalaman dan sembah sujud kepada orangtua. Kemudian orangtua membalas dengan ciuman di kedua pipi sebagai simbol kasih sayang. Setelah itu, anak-anak pun mendapatkan hadiah berupa koin uang, permen, atau manisan.

Sementara itu, di Uni Emirat Arab, lelaki menggunakan thoub atau baju tradisional berupa jubah panjang berwarna putih lengkap dengan selendang ogal. Adapun perempuannya melukiskan henna di tangan mereka. Aneka hadiah dibagikan, orang dewasa memberikan hadiah kepada sesama. Seperti di Indonesia, anak-anak mendapatkan uang dari orang yang lebih dewasa.

Di Iran, Idul Fitri disebut sebagai Eyde Fetr. Aneka hidangan yang terbuat dari daging disajikan. Bahan daging yang biasa dipakai adalah domba dan sapi. Sesuai tradisi, masyarakat Iran tak hanya menikmati hidangan itu sendiri, tetapi juga memberikan makanan kepada orang-orang tak mampu.

Setiap tahun orang-orang akan berkumpul di Green Point, Cape Town, Afrika Selatan. Mereka berkumpul untuk melihat Bulan di hari terakhir Ramadhan. Menjelang berbuka puasa, mereka sudah berkumpul bersama kerabat sambil asyik berbincang-bincang, menunggu munculnya Bulan. Azan maghrib kemudian mengumandang dan Bulan yang muncul pun diumumkan. Di hari Idul Fitri, warga melaksanakan shalat Id, dilanjutkan berkunjung ke rumah keluarga.

Bagaimana dengan negara jiran Malaysia? Tradisi merayakan Lebaran di negeri tetangga itu ternyata tak jauh berbeda dari masyarakat di Indonesia. Malah bisa dibilang sangat mirip. Sebagai hidangan khas, masyarakat Malaysia makan ketupat, lemang, lontong, dan rendang. Setelah shalat Id, mereka berziarah ke makam kerabat. Di rumah, anak-anak akan memberikan hormat kepada orangtua. Orang yang sudah dewasa dan berpenghasilan memberikan uang kepada kerabat yang lebih muda.

Ternyata, tak hanya negara-negara dengan penduduk mayoritas memeluk Islam yang merayakan Idul Fitri dengan keunikan masing-masing. Beberapa negara mayoritas non-Muslim pun memiliki ciri khas tersendiri.

Sebut saja India. Orang-orang akan berkumpul di Jama Masjid yang terletak di New Delhi untuk melakukan shalat Id. Masjid ini menjadi pusat perayaan Idul Fitri di New Delhi, ibu kota India. Mereka juga menyiapkan hidangan khusus yang disebut dengan siwaiyaan, yakni campuran bihun manis dengan buah kering dan susu. Siwaiyaan hadir dalam beragam bentuk dan warna.

Di negara kecil Fiji pun terdapat tradisi serupa. Negara tersebut memang mayoritas non-Muslim. Namun, ada tradisi unik dalam perayaan Idul Fitri. Hidangan spesial khas Idul Fitri adalah samai, mi manis yang dicampur dengan susu. Samai disajikan bersama samosas, sejenis kari ayam atau daging. Uniknya, hanya kaum pria yang datang ke masjid untuk shalat Id. Di beberapa bagian di Fiji, perempuan tidak pergi ke masjid.

Para pendatang beragama Islam di Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada membawa tradisi perayaan Idul Fitri ke negara-negara tersebut. Sama seperti di Indonesia, makan bersama dilakukan setelah shalat Id. Tak terlupa baju baru untuk menyambut hari kemenangan.

Sumber Artikel

nidaeladabi.blogspot.com/search/label/sejarah idul fitri

http://travel.kompas.com/read/2011/08/31/00191812

http://mizan.com/news_det/semarak-perayaan-idul-fitri-di-seluruh-dunia.html

Fans dan Taruhan dalam Sepak Bola

Goooolll,,, itulah teriakan yang selalu dinanti-nanti oleh penonton baik dari tribun pertandingan maupun melalui saluran media televisi. Senang bagi penonton yang menyaksikan klub kesayangannya menang dan terharu atau payah yang diucapkan oleh klub yang kalah. Pertandingan sepak bola merupakan olah raga yang sangat besar bagi mayrakat Indonesia maupun di luar negeri juga, baik laki-laki maupun perempuan senang dengan pertandingan sepak bola. Harga tiket yang bernominal puluhan ribu bahkan sampai jutaanpun rela membayarnya hanya untuk menyaksikan pertandingan yang seru apa lagi momen final yang sudah dinantikan.
Olah raga sepak bola tidak terlepas dari pemain yang maha hebat yang akan membawa klub atau negaranya untuk meraih juara, sebut saja Cristiano Ronaldo, Lionel Messi, Neymar, Andres Iniesta, Arjen Robben dkk. Penonton merupakan pemain yang ke-12 begitu komentator atau seorang yang melihat ketika pertandingan berjalan dengan semangatnya pemain kesebelasan dan penonton yang menjadi pamain ke-12 dengan teriakan dan yel-yel yang bergemuruh bak angin topan yang lalu lalang tidak berhenti-henti. Klub atau pemain pastinya ada yang mengagumkan dan mendambakannya selalu hebat dan jos, mereka bisa disebut dengan “fans”, namun fans ini jika direnungkan mereka adalah orang-orang yang bisa dikatakan membela habis-habisan pemain atau klub yang menjadi favoritnya. Seorang fans selalu menonton pertandingan pemain atau klub yang dia favoritkan, walaupun jam tayang tersebut tepatnya tengah malam diwaktu orang-orang tertidur lelap, dengan nada yang mengherankan mereka tetap saja berteriak-teriak jika pertandingan yang dia saksikan seru dan menegangkan.
“Ayo-ayo ngepur berapa bro” istilah ini biasa digunakan oleh seseorang yang menyukai pertandingan sekaligus hasil dari taruhan atau bahasa kasarnya “judi”. hal tersebut, sudah bisa dikatakan lumrah tidak hanya kalangan pelajar ataupun muda bahkan sampai bapak-bapak yang berkeluargapun ikut serta, mulai dari transaksi dua orang, ataupun ada yang melalui bandar. Sedangkan bentuk dari taruhan itupun bermacam-macam seperti adanya dua orang yang seoakat, melalui bandar dengan beberapa orang dan undian uang dari beberapa peserta yang hasil juara dikumpulkan dan kemudian diberikan bagi yang menang atau juara.
Sesungguhnya fans dengan penjudi berbeda sekali dalam memahami konteks sebuah olah raga sepak bola lebih-lebih saat pertandinganan. Jika seorang fans mendambakan dan mengagumi pemain atau klub yang difavoritkan, sedangkan penjudi sebatas senang dengan uang yang dikemas dalam pertandingan sepak bola.
Kalaupun ada fans dan penjudi memiliki ke-2 hal tersebut, tidak bisa dibayangkan apa yang di mau. Sehingga, ketika seorang fans membela timnya kemudian menolak tantangan taruhan oleh penjudi untuk melawannya dalam sebuah pertandingan, biasanya fans tersebut dicemooh dan diledek, “bahwa kamu ini  fans, koq ga berani taruhan, mana buktinya kalo kamu ngefans, ah penakut kamu”

Ulama Memandang Olah Raga Sepak Bola

Dalam kitab Bughyatul Musytaq fi Hukmil lahwi wal la’bi was sibaq disebutkan, “Para ulama Syafiiyah telah mengisyaratkan diperbolehkannya bermain sepak bola, jika dilakukan tanpa taruhan (judi). Dan, mereka mengharamkannya jika pertandingan sepak bola dilakukan dengan taruhan. Dengan demikian, hukum bermain sepak bola dan yang serupa dengannya adalah boleh, jika dilakukan tanpa taruhan (judi).”

As-Sayyid Ali Al-Maliki dalam kitabnya Bulughul Umniyah halaman 224 menjelaskan, “Dalam pandangan syariat, hukum bermain sepak bola secara umum adalah boleh dengan dua syarat. Pertama, sepak bola harus bersih dari unsur judi. Kedua, permainan sepak bola diniatkan sebagai latihan ketahanan fisik dan daya tahan tubuh sehingga si pemain dapat melaksanakan perintah sang Khalik (ibadah) dengan baik dan sempurna.

Syekh Abu Bakar Al-Jazairi dalam karyanya Minhajul Muslim halaman 315 berkata, “Bermain sepak bola boleh dilakukan, dengan syarat meniatkannya untuk kekuatan daya tahan tubuh, tidak membuka aurat (bagian paha dan lainnya), serta si pemain tidak menjadikan permainan tersebut dengan alasan untuk menunda shalat. Selain itu, permainan tersebut harus bersih dari gaya hidup glamor yang berlebihan, perkataan buruk dan ucapan sia-sia, seperti celaan, cacian, dan sebagainya.”

MOTIVASI ISLAM TENTANG PEMENUHAN EKONOMI

Allah telah mengatur segala sesuatu termasuk rizki manusia satu dengan yang lainnya. Tak bisa dielakkan lagi, kita hidup di dunia memerlukan segala sesuatu termasuk harta. Mencari rizki merupakan usaha dalam rangka memenuhi kebutuhan, dalam pemenuhan kebutuhannya tentu saja dengan cara usaha dengan berbagai cara. Tetapi perlu diingat, sebagai seorang muslim dalam usaha mencari rizki harus dengan cara yang benar, dalam arti dihalalkan hukum Islam baik prosesnya maupun hasilnya.

Bekerja dan berusaha dalam kehidupan duniawi merupakan bagian penting dari kehidupan seseorang dalam mempraktekkan Islam, karena Islam sendiri tidak menganjurkan hidup hanya semata-mata hanya untuk beribadah dan berorientasi pada akhirat saja, namun Islam menghendaki terjadi keseimbangan antara kehidupan duniawi dan kehidupan ukhrawi.

Islam telah mengajarkan tentang bagaimana cara mencari rizki yang halal lagi, tetapi tidak semua orang dapat mengetahui dan memahami tentang hal itu. Maka berikut ini kami bahas lebih lanjut tentang bagaimanakah tata aturan Islam bagi seorang muslim dalam mencari rizki yang halal.

  1. A.      Motivasi Mencari Kehidupan (Pemenuhan Ekonomi)

Rizki ialah sesuatu yang dapat diambil manfaatnya oleh makhluk hidup. Hal kedua yang perlu dapat diketahui adalah kata halal. Kata halal berasal dari kata kata yang berarti “lepas” dari ikatan atau “tidak terkait”. Sesuatu yang halal adalah lepas dari ikatan bahaya duniawi dan ukhrawi.
Baca lebih lanjut

PEMIKIRAN MAHFUD MD TENTANG HUBUNGAN HUKUM DAN KEKUASAAN

Latar Belakang

Hukum adalah sebuah entitas yang sangat kompleks, meliputi kenyataan kemasyarakatan yang majemuk, mempunyai banyak aspek, dimensi, dan fase. Bila  diibaratkan benda ia bagaikan permata, yang tiapirisan dan sudutnya akan memberikan kesan berbeda bagi setiap orang yangmelihat atau memandangnya. Bernard Arief Sidharta menyebutkan bahwa,hukum berakar dan terbentuk dalam proses interaksi berbagai aspek kemasyarakatan (politik, ekonomi, sosial, budaya, teknologi, keagamaan, dan sebagainya) dibentuk dan ikut membentuk tatanan masyarakat, bentuknyaditentukan oleh masyarakat dengan berbagai sifatnya, namun sekaligus ikut menentukan sifat masyarakat itu sendiri.[1]

Persoalan hukum sangat kompleks, karena itu pendekatannya bisa dari multy disiplin ilmu baik sosiologi, filsafat, sejarah, agama, psikologi, antropologi, politik dan lain-lain. Ketika kita berbicara Hukum Agraria (hukum pertanahan) ini tidak bisa dilepaskan dari aspek sejarah, filsafatPendekatan hukum melalui multy disiplin tersebut telah melahirkan berbagai disiplin hukum di samping philosophy of law dan science of law, juga seperti teori hukum ( legal theory/theory of law), sejarah hukum (history of law), sosiologie of law, anthropology of law, comparative of law , phychology of law dan sekarang politic of law.

Asumsi dasar dari pemikiran diatas adalah bahwa hukum merupakan produk politik sehingga karakter setiap produk hukum akan sangat ditentukan atau diwarnai oleh imbangan kekuatan atau konfigurasi politik yang melahirkannya. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa setiap produk hukum merupakan keputusan politik sehingga hukum dapat dilihat sebagai kristalisasi dari pemikiran politik yang saling berinteraksi dikalangan para politisi. Meskipun dari sudut “das sollen” ada pandangan bahwa politik harus tunduk pada ketentuan hukum, namun dari sudut “das sein” bahwa hukumlah yang dalam kenyataannya ditentukan oleh konfigurasi politik yang melahirkannya. Pada era Soekarno, politik adalah panglima, kemudian jargon ini digantikan dengan ekonomi dan pembangunan adalah panglima pada zaman Soeharto. Pembangunanisme (developmentalism) telah menjadikan rakyat sebagai obyek. Semua perbuatan negara selalu mengatasnamakan rakyat. Dan yang lebih memprihatinkan, hukum telah dijadikan alat dari negara untuk membenarkan setiap tindakan dari penguasa. Pada sisi lain, hukum diproduk dalam rangka memfasilitasi dan mendukung politik. Akibatnya, segala peraturan dan produk hukum yang dinilai tidak dapat mewujudkan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi harus diubah atau dihapuskan. Dikalangan ahli hukum, minimal ada dua pendapat mengenai hubungan kausalitas antara politik dan hukum.[2]

Hubungan kausalitas antara antara politik dan hukum sebagai sub system kemasyarakatan disebut-sebut hukum sebagai produk politik. Dari pendekatan empirik hal itu merupakan suatu aksioma yang tak dapat diitawar lagi. Tetapi, ada juga para yuris yang lebih percaya dengan semacam mitos bahwa politiklah yang harus tunduk pada aturan hukum. Inipun , sebagai das sollen, tak dapat disalahkan begitu saja.

hukum adalah produk politik sehingga keadaan politik tertentu akan melahirakan hukum dengan karakter tertentu pula. kritik umum yang terlontar atas praktik hukum di Indonesia, terutama oleh kaum deterministik, meletakkan hukum sebagai alat kekuasaan. Fakta ini tentunya bisa dipahami, jikalau kita mengungkapkan sejumlah pelanggaraan dalam penyelenggaraan tata pemerintahan dan aktivitas sosial dengan mengatasnamakan hukum. Perangkat hukum kita, sepanjang orde baru, memang tercabik-cabik oleh kepentingan politik, yang pada akhirnya melahirkan ketidak percayaan atas hukum. Inilah tragedi panjang, yang hingga hari ini masih melanda kehidupan hukum di Indonesia.

  1. A.       Hubungan Politik dan Hukum di Indonesia

Mahfud MD mengatakan hubungan antara politik dan hukum terdapat tiga asumsi yang mendasarinya, yaitu: (1) Hukum determinan (menentukan) atas politik, dalam arti hukum harus menjadi arah dan pengendali semua kegiatan politik. (2) Politik determinan atas hukum, dalam arti bahwa dalam kenyataannya, baik produk normatif maupun implementasi penegakan hukum itu, sangat dipengaruhi dan menjadi dipendent variable atas politik. (3) Politik dan hukum terjalin dalam hubungan yang saling bergantung, seperti bunyi adagium, “politik tanpa hukum menimbulkan kesewenang-wenangan (anarkis), hukum tanpa politik akan jadi lumpuh.[4]

Berangkat dari studi mengenai hubungan antara politik dan hukum di atas kemudian lahir sebuah teori “politik hukum”. Politik hukum adalah legal policy yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah Indonesia yang meliputi: pertama, pembangunan yang berintikan pembuatan dan pembaruan terhadap materi-materi hukum agar dapat sesuai dengan kebutuhan. Kedua, pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada termasuk penegasan fungsi lembaga dan pembinaan para penegak hukum.[5] Jadi politik hukum adalah bagaimana hukum akan atau seharusnya dibuat dan ditentukan arahnya dalam kondisi politik nasional serta bagaimana hukum difungsikan. Baca lebih lanjut

Implementasi Qiyas dalam Hukum Islam (Studi Analisi tentang Bayi Tabung)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Dari masa ke masa hukum Islam terus berkembang, baik dari masa Rasulullah SAW sampai masa kini. Sehingga, dalam perkembangannya dapat diketahui bahwa al-Qur’an merupakan sumber hukum yang asasi. Al-Qur’an sebagai sebagai salah satu kitab suci yang mengandung pokok-pokok ajaran Islam yang di dalamnya terkandung hukum-hukum yang mengatur tentang kehidupan, akan tetapi dalam ayat-ayatnya tidak semua dapat dipahami dengan mudah sebab teks-teks yang ada pada al-Qur’an substansinya mengandung pemahaman global untuk itu masih dibutuhkan ilmu yang bisa menginterpretasikan ayat-ayat tersebut. Sedangkan substansi di dalam al-Sunnah yaitu berupa ucapan, perbuatan dan ketetapan Rasulullah SAW.
عَنْ مُعاَذٍبْنِ جَبَلٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَليْهِ وَسَلّمَ لماَّ بَعَثَهُ إِلىَ الْيَمَنِ قَالَ كَيْفَ تَقْضِى إِذَا عَرَضَ لَكَ قَضَاءٌ؟ قَالَ : اَقْضِى بِكِتاَبِ اللهِ. قَالَ: فَإنْ لَمْ تَجِدْ  فِى كِتاَبِ اللهِ؟ قَالَ فَبِسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ؟. قَالَ: فَإنْ لَمْ تَجِدْ فِى سُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ وَلاَ فِى كِتاَبِ اللهِ؟. قَالَ: اَجْتَهِدُ رَأْيِى وَلَا أَلُوْ. فضرب رسول الله صلى الله عليه وسلم صدره وقال: اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رَسُوْلَ رَسُوْلِ اللهِ لما يرضى رسول الله.(رواه ابوداودوالترمذى واللفظ لأبى داود)Pada periode permulaan, metode penetapan hukum dilakukan sejalan dengan peristiwa-peristiwa aktual yang sedang terjadi. Penetapan tersebut didasarkan pada suatu masalah yang sedang dihadapi umat Islam pada saat itu dan perlu penjelasan hukumnya. Mereka biasanya langsung menanyakannya kepada Nabi Muhammad SAW dan beliaupun langsung memberikan jawabannya, baik dari kutipan al-Qur’an yang diturunkan maupun kutipan dari al-Hadits. Apabila sahabat mendapatkan kesulitan mengenai sumber-sumber, baik karena jarak yang jauh antara mereka dengan Nabi Muhammad SAW atau karena hal-hal lain, maka mereka berijtihad dengan menggunakan rasio (ra’yu). Dalam hal ini Rasulullah SAW sendiri bahkan memberi restu dan dorongan psikologis atas tindakan para sahabat tersebut. Ketika Rasulullah SAW mengutus  Muadz bin Jabal untuk menjadi Gubernur di Yaman.[1]

Artinya:      “Dari Muadz bin Jabal, bahwasannya Rasulullah SAW ketika mengutusnya ke Yaman bertanya kepadanya: “Bagaimana caranya engkau memutuskan perkara yang dibawa ke depanmu? Ia berkata: “Saya berhukum dengan kitab Allah”. Nabi bertanya lagi: “Jika tidak terdapat dalam kitab Allah” ?, ia menjawab: “Saya berhukum dengan Sunnah Rasulullah”. Nabi bertanya lagi: “Jika tidak terdapat dalam Sunnah Rasul SAW” ? ia menjawab: “Saya akan berijtihad dengan pendapatku”. Mendengar jawaban itu Rasul meletakkan tangannya ke dadanya dan berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah sepakat akan utusannya (Muadz) Rasulullah Saw, sehingga menyenangkan hati Rasul-Nya”.[2]

 

Oleh karena itu, ketika Rasulullah wafat dan al-Qur’an sudah turun secara totalitas, maka peranan beliau yang menemukan dan menyingkap hukum Islam kemudian diteruskan oleh para mujtahid melalui pemahaman-pemahaman dan dalil-dalil yang terdapat dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Sebab peristiwa-peristiwa hukum terus mengalami perkembangan, oleh karena itu para mujtahid melakukan ijtihad untuk menggunakan berbagai metode istinbath hukum yang diperoleh dari kedua sumber hukum tersebut. Sehingga, membuka peluang untuk mengembangkan hukum Islam agar tetap aktual dan mampu menjawab dinamika perkembangan umat Islam setiap masa. Baca lebih lanjut